Narwastu.id – Sebagai akademisi, pakar hukum dan demokrasi, Prof. Dr. Marten Napang, S.H., M.H., M.Si, tak hanya diakui sebagai cendekiawan unggul di dalam negeri. Bahkan, media terkemuka di luar negeri, seperti Journal of Law dan Policy and Globalization mengakui kepakarannya. Tak heran, kedua media itu sampai meminta pemikiran-pemikiran Marten Napang agar dimuat di dua media tersebut. Selain itu, Marten Napang seorang pengacara atau advokat yang mumpuni, tak ayal kalau banyak perusahaan dan lembaga yang memakai jasanya sebagai lawyer.
Lantaran dikenal seorang cendekiawan, dan peduli terhadap persoalan gereja, masyarakat dan bangsa, pada akhir 2015 lalu Marten terpilih sebagai salah satu dari “21 Tokoh Kristiani 2015 Pilihan NARWASTU.” Bagi Marten, penghargaan dari NARWASTU adalah sebuah kejutan dan hadiah Natal terindah di akhir tahun 2015 lalu. Sempat Marten Napang tidak percaya ketika dikabari sebagai salah satu tokoh pilihan majalah kesayangan kita ini. Setelah melihat terbitan Majalah NARWASTU Edisi Desember 2015-Januari 2016 lalu, baru pria Toraja yang dikenal ramah dan low profile ini percaya bahwa dia masuk dalam tokoh Kristiani pilihan NARWASTU.
Pria berdarah Toraja kelahiran Makassar, 12 Maret 1957 ini adalah salah satu intelektual terkemuka dari kawasan Indonesia Timur. Bicara soal prestasi akademis, ia kini sudah bergelar Profesor dan Doktor Hukum. Dan sebagai bukti kemampaun intelektualitasnya, ia sering diundang sebagai pembicara bersama tokoh dan pakar di berbagai seminar dan diskusi. Selain itu, ia sudah menulis tujuh buku seputar hukum, sosial politik, kemasyarakatan dan HAM. Ia juga aktif sebagai advokat dan pengacara.
Prof. Marten Napang juga mantan Ketua DPP PIKI (Persatuan Intelegensian Kristen Indonesia). Marten yang semasa mahasiswa aktif di dalam pergerakan mahasiswa itu, menyelesaikan studi S1 di Universitas Hasanuddin, Makassar, S2 di Universitas Padjajaran, Bandung, dan S3 di Universitas Padjajaran dan UMI, Makassar. Semasa mahasiswa ia pernah dipercaya sebagai Ketua BPM (Badan Perwakilan Mahasiswa) Fakultas Hukum di Universitas Hasanuddin (Unhas).
Mantan aktivis GMKI, GAMKI dan KNPI ini juga Guru Besar Ilmu Hukum di Universitas Hasanuddin, Makassar. Di PIKI ia dikenal sebagai Ketua Panitia Pengarah Kongres PIKI (2015) yang sukses menjalankan tugasnya. Sebelumnya, ia dipercaya sebagai Ketua Lembaga Kajian Hukum dan Politik DPP PIKI.
Ketika menyampaikan sambutannya di acara ibadah Natal-Tahun Baru 2016 Majalah NARWASTU di Gedung LPMI, Jakarta Pusat, pada medio Januari 2016 lalu, bersama sejumlah tokoh, pria yang pernah menjadi dosen dari Dr. Abraham Samad (mantan Ketua KPK) ini mengatakan, ia bahagia karena penghargaan dari NARWASTU membuatnya semakin semangat menulis masalah kemasyarakatan, hukum, demokrasi dan politik di Majalah NARWASTU. “Saya akan kirimkan lagi tulisan saya ke NARWASTU. Terima kasih juga kepada pengasuh NARWASTU yang mengamati pelayanan dan jejak kami selama ini,” ujar Marten Napang yang saat mahasiswa dikenal berani dan vokal.
Pada 2008 lalu, saat Marten Napang meluncurkan bukunya berjudul Pemilihan Presiden Amerika Serikat diluncurkan di Jakarta, sejumlah tokoh nasional hadir. Bahkan, Wakil Duta Besar Amerika Serikat hadir di acara yang diliput banyak media nasional tersebut. Dalam buku itu Ketua DPR-RI H.R. Agung Laksono menuliskan, buku Marten sebuah karya penting serta buku itu perlu disimak oleh para mahasiswa, dosen, politisi, anggota DPR-RI dan pemerintah, apalagi karena ini pertama kali ditulis ke dalam bahasa Indonesia.
Sewaktu Marten menulis disertasinya untuk program doktor, ia membahas soal penegakan hukum terhadap kejahatan agresi menurut Statuta Roma (1998). Disertasinya itu tercatat yang paling tebal dalam sejarah akademisi Indonesia, karena tebalnya 1.000 halaman, padahal disertasi selama ini paling tebal hanya 600-an halaman. Sejak mahasiswa Marten sudah dikenal pemuda yang energik, cerdas, nasionalis, berani dan dinamis. Dalam kiprahnya di organisasi kepemudaan atau mahasiswa, ia pernah dipercaya sebagai Ketua GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) Komisariat Fakultas Hukum Unhas.
Ia pun pernah dipercaya sebagai Ketua DPP GAMKI (Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia) Sulawesi Selatan, Wakil Ketua KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) Makassar, anggota Dewan Penasihat DPD II KNPI Makassar dan anggota Dewan Penasihat DPD AMPI Sulawesi Selatan. Tak hanya itu, ia dulu aktif dalam pelayanan pemuda di Gereja Toraja, Makassar, serta bersama GMKI Makassar mereka kerap mengadakan kegiatan bersama PGI Wilayah Sulawesi Selatan. Dengan pengalamannya itu, tak heran kalau kemampuannya berorganisasi tak diragukan lagi.
Di organisasi intelektual PIKI, selain pernah dipercaya sebagai salah satu Ketua DPP PIKI, pernah pula ia dipercaya sebagai Ketua Panitia Rapimnas PIKI 2006 dan Ketua Lembaga Kajian Hukum dan Politik DPP PIKI. Pada 2 Februari 2015 lalu, DPP PIKI dan Lembaga Kajian Hukum dan Politik PIKI sudah mengirimkan surat ke Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo yang isinya memberikan usulan dalam penyelesaian polemik KPK-Polri. Surat tersebut pun ditembuskan ke sejumlah pimpinan lembaga negara, seperti Wakil Presiden RI, Ketua MPR-RI, Ketua DPR-RI, Ketua MA RI, Ketua Mahkamah Konstitusi RI, Jaksa Agung RI dan Menteri Hukum dan HAM RI.
Menurut Marten, PIKI sebagai organisasi kaum intelektual Kristen harus berbuat sesuatu ketika ada persoalan yang penting untuk disikapi. Makanya pernyataan sikap atau usulan itu pun mereka kirim kepada Presiden RI agar dipertimbangkan guna menyelesaikan kasus KPK dan Polri. Karena kedua lembaga itu sangat dibutuhkan di tengah bangsa ini, di dalam memberantas korupsi dan menjaga keamanan serta ketertiban masyarakat.
Berbicara soal kiprahnya saat dulu aktif di GMKI, kata Marten, melalui GMKI ia bisa meneropong kehidupan kebangsaan, pemerintah dan negara. Di GMKI pun ia diasah untuk mengembangkan kepemimpinan oikoumenis, karena di tengah-tengah gereja masih kerap terlihat perbedaan. “Sehingga pemikiran kita harus multikultural kebangsaan. Jika ‘mayoritas’ yang memerintah, maka harus diperhatikan ‘minoritas.’ Artinya, konstitusi diperlukan untuk melindungi minoritas,” papar suami tercinta Elyantini Palimbunga, S.E. itu.
Anggota PERADI Jakarta Selatan ini mulai menapaki kiprah sebagai pengacara atau advokat sejak ia membentuk Kantor Pusat Bantuan Hukum Yustisia. Pada 1985 ia mulai membantu banyak orang kecil yang tidak mampu, seperti dalam hal pembebasan tanah lewat kantor hukumnya. Dalam pengalamannya menangani rakyat kecil yang diperlakukan oknum penguasa tidak adil, Marten sering mendapat teror dari intel Orde Baru. Tak heran, saat itu ia sering bergerilya agar jangan ditangkap. Ia pernah mendapat penghargaan “The Best Executive” pada 2004 dari Yayasan Andika, karena ia dinilai pengacara yang peduli membantu orang kurang mampu.
Marten yang pernah dipercaya sebagai Sekretaris DPD PIKI Sulawesi Selatan, kini aktih beribadah di Gereja Toraja Jemaat Kota. Dan ia pernah dipercaya sebagai anggota Majelis Gereja Toraja Jemaat Bawa Karaeng, Makassar. Mantan Ketua Bidang Hukum PMTI (Persatuan Masyarakat Toraja Indonesia) ini juga Ketua Panitia Pengarah Kongres dan Konsultasi Nasional V PIKI 2015.
Dalam kiprahnya sebagai pengacara, Marten pernah mengadvokasi beberapa gereja yang diganggu sekelompok massa di daerah Sulawesi Selatan. Selain itu, ia pernah jadi penasihat hukum bersama Farhat Abbas, S.H. di program “Buka Kartu” di Anteve. Acara Buka Kartu ini adalah sebuah program yang pernah menayangkan profil tokoh-tokoh terkenal, baik politisi, pengusaha, pengacara maupun selebriti. Juga Marten pernah dipercaya sebagai Wakil Ketua di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ammanagappa KKSS (Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan) di Jakarta.
Tokoh Agama Penting Menuntun Umat Menyikapi ISIS
Ketika berbicara soal bahaya teroris, yang dituding banyak kalangan dimotori oleh ISIS, Marten Napang menuturkan, perjuangan ISIS yang ramai diperbincangkan publik akhir-akhir ini, itu terkait dengan keyakinan mereka. Dengan aksi terornya mereka mudah menjadi perhatian media dan mempengaruhi dunia internasional. Kalau ISIS bisa agresif, menurut Marten Napang, itu karena ada kesadaran mereka yang selama ini merasa terzholimi oleh rezim pemerintahan di negaranya yang lama berkuasa, termasuk sistem pemerintahan yang otoriter.
Pada saat bersamaan berhembus sistem pemerintahan demokratis yang lebih menghargai HAM dan hak-hak sipil dan politik setiap warga negara. Menurutnya, ada kesamaan ISIS dengan Al Qaeda, yang sama-sama berjuang membela hak-hak mereka yang terzholimi dengan semangat religiusitas. Mereka melihat bahwa pemerintahan negara di mana mereka berada tidak lagi menjalankan pemerintahan sesuai konstitusi dan ideologi mereka. Dengan spirit religiusitas mereka mendapat kekuatan moral dan dapat membentuk solidaritas meskipun secara militer kekuatan senjata (militer) mereka terbatas.
“Peranan tokoh agama sangat penting untuk menuntun umat agar tak terpengaruh oleh ISIS. Masyarakat kita harapkan bisa mendukung upaya dan kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi kemungkinan meluasnya pengaruh buruk, seperti terorisme di dalam negeri. Pemerintah sudah sangat tahu bahaya ISIS. Pemerintah juga sudah menyampaikan ini kepada mahasiswa-mahasiswa kita, dan dijelaskan sikap pemerintah di dalam mengantisipasi pengaruh ISIS ke Indonesia,” paparnya. “Selain itu, pemerintah perlu menjelaskan sikapnya soal bahaya ISIS kepada organisasi-organisasi kemasyarakatan,” paparnya. KT