Seperti dikutip harian nasional, Rakyat Merdeka Edisi 7 Maret 2018, Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan sangat terusik dan prihatin dengan gencarnya pemberitaan hoaks (berita bohong) di media sosial (Medsos) belakangan ini. Jokowi menyampaikan keresahan itu terkait makin merebaknya hoaks dan segala variannya, seperti fitnah dan ujaran kebencian. Ia berpesan kepada warga agar tak mudah percaya pada hoaks. Apalagi, tahun ini akan digelar Pilkada Serentak. Warga negeri ini yang akan menghadapi Pilkada Serentak 2018 diharapkan tak terpengaruh dengan hoaks, serta tidak saling menjelekkan dan mencela. Ia menitip pesan agar warga tetap rukun dan menjaga persaudaraan.
Lalu Jokowi mencontohkan, salah satu hoaks yang tersebar di media sosial saat ini adalah tuduhan yang mengaitkannya dengan PKI. Ia menyebut tuduhan itu bagian dari kejamnya politik di Indonesia. Karena jelas ini tuduhan ngawur. Ia lahir tahun 1961, sementara PKI dibubarkan tahun 1965. “(Saat PKI dibubarkan) Berarti saya baru berumur 3-4 tahun, masa ada PKI balita, ya enggak? Lucu banget kan, itu yang memfitnah ngawur,” kata Jokowi yang disambut tepuk tangan dan tawa hadirin.
Menghadapi isu ini, Jokowi kadang bingung harus bersikap bagaimana. Karena serba salah. “Saya kadang mau marah gimana, engga marah juga gimana, serba salah,” ungkapnya. Kalau marah, Jokowi merasa kemarahannya tak produktif. Padahal dia bilang, pemerintah sedang fokus bekerja seperti membangun infrastruktur, dan membagikan sertifikat tanah. Tapi kalau tidak marah khawatir banyak orang yang percaya dengan isu itu.
Selain itu, Jokowi menanggapi soal polisi yang sedang menangani kasus penyebaran hoaks yang dilakukan sindikat bernama Muslim Cyber Army (MCA). Sindikat ini antara lain menggoreng isu kebangkitan PKI dan penganiayaan terhadap ulama. Terhadap kasus ini, Jokowi menginstruksikan Kapolri untuk menindak tegas siapapun penyebar hoaks. Menurutnya, jika dibiarkan, hoaks bisa menyebabkan perpecahan. “Saya sudah perintahkan ke Kapolri kalau ada pelanggaran tindak tegas. Jangan ragu-ragu. Entah motifnya, motif ekonomi, entah politik tidak boleh seperti itu,” tegas mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Sekaitan dengan itu, jika diingat-ingat, tudingan Jokowi terkait dengan PKI sudah muncul sejak Jokowi tampil di Pilpres 2014. Isunya sudah ramai di media sosial. Belakangan muncul dalam bentuk buku berjudul “Jokowi Undercover” yang ditulis Bambang Tri Multono. Buku ini menuduh orangtua Jokowi memberi angin kebangkitan PKI. Suatu kali, dalam pertemuan dengan para pemred media massa di Istana Negara, Jokowi mengaku jengkel dengan berbagai tuduhan itu. Saking kesalnya, Jokowi menegaskan, kalau PKI nongol akan digebuk. Di lain tempat, soal tuduhan bahwa orangtuanya terkait dengan PKI, Jokowi pun mempersilakan untuk mengecek silsilah keluarganya.
Di era keterbukaan informasi sekarang, imbuh Jokowi, tak sulit untuk mengetahui tentang silsilah dan latar belakang keluarga seseorang. “Saya terbuka,” kata Jokowi. Sehubungan dengan berita hoaks yang membuat Presiden RI ke-7 marah dan resah itu, rohaniwan dan Ketua Umum Sinode GBI, Pdt. DR. Japarlin Marbun pun resah dengan berita hoaks itu. Pdt. Japarlin Marbun sampai membuat tulisan berjudul “STOP BERITA BUSUK (HOAKS)” yang ditampilkannya di group WA FORKOM NARWASTU yang di dalamnya bergabung banyak pemuka Kristiani.
Pdt. Japarlin membuat tulisan menarik dan patut direnungkan seputar hoaks ini sembari mengutip ayat Alkitab. “Bilangan 13:32-33, ‘Juga mereka menyampaikan kepada orang Israel kabar busuk tentang negeri yang diintai mereka, dengan berkata: ‘Negeri yang kami lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami’.”_
Menurut Pdt. Japarlin, berita busuk adalah berita tidak benar atau tidak sesuai dengan faktanya dan melemahkan hati orang yang menerimanya. Berita ini bisa terjadi, apabila orang yang menyampaikannya tidak memahami dengan benar tentang apa yang disampaikannya serta akibat yang akan terjadi. Bisa juga orang yang menyampaikan berita tersebut mempunyai maksud atau tujuan tertentu, umpamanya ingin memperkeruh dan mengacaukan suasana masyarakat yang mendengarnya.
Hal yang serupa pun dialami Musa dan bangsa Israel. “Ketika Musa mengutus 12 pengintai ke tanah perjanjian yang dijanjikan Allah kepada mereka. Dua belas pengintai ini, melakukan tugas dengan cukup berhasil, dan melaporkan apa adanya. Namun sayangnya dari 10 pengintai yang menyampaikan, berita tersebut tidak membangun, malahan melemahkan hati bangsa Israel yang mendengarnya. Lalu kemudian Kaleb dan Yosua mencoba menenteramkan hati mereka,” tulisnya.
“Untuk itulah sebagai umat pilihan, berhati-hatilah dalam menyampaikan suatu pesan kepada sesama, biarlah pesan disampaikan itu membangun dan bukan mematahkan semangat (Amsal 17:22),” tulisnya. Benar yang disampaikan Pdt. Japarlin bahwa pesan atau berita yang disampaikan kepada sesama mestinya bermuatan positif. Dan tidak membuat ketakutan atau gaduh. Sadar atau tidak sadar, bahwa sesungguhnya berita negatif atau hoaks itu sebenarnya bisa membunuh dan bersifat destruktif. Dan berita baik sejatinya, seperti ajaran Yesus Kristus haruslah terus disampaikan agar yang menerima berita ini pun mendapat energi positif. Semoga.