“Seorang dari penjahat yang digantung itu menghujat Dia, katanya: ‘Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diriMu dan kami! ‘Tetapi yang seorang menegor dia, katanya: ‘Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama?Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah. ‘Lalu ia berkata: ‘Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja. ‘Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Lukas 23:30-43).
Kita pernah dan mungkin sering mendengar ungkapan “seeing is believing.” Sebuah ungkapan yang wajar-wajar saja untuk menyatakan bahwa kita hanya mau percaya jika telah melihat bukti, jika belum kita tidak otomatis mau percaya. Apalagi di pengadilan, baik pihak yang menuntut maupun dituntut atau terdakwa sama-sama ingin memperlihatkan bukti pembenaran. Itulah dunia yang menuntut pembuktian terlebih dahulu sebelum mempercayai. Sebuah logika manusia, berdasarkan rasio dan pemikiran.
Namun prinsip ini tidak berlaku bagi “iman” karena iman bertolak belakang dengan logika tadi. Iman berkata “believing is seeing” artinya, mempercayai sesuatu sekalipun belum dan tidak melihatnya. Dalam sebuah dialog di antara murid Tuhan Yesus yang sedang berkumpul pada waktu Tuhan Yesus telah bangkit dari kubur. Tomas menolak keras informasi yang disampaikan oleh kawan-kawan sesama murid. Logika dia menolak mentah-mentah informasi yang mengatakan, Tuhan Yesus bangkit dari kubur dan berbicara dengan beberapa di antara mereka.
Mana mungkin, katanya, dan untuk menegaskan pendiriannya yang memakai logika berikut dialog singkatnya, “Maka kata murid-murid yang lain itu kepadanya: ‘Kami telah melihat Tuhan!’ Tetapi Tomas berkata kepada mereka: ‘Sebelum aku melihat bekas paku pada tanganNya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya” (Yohanes 20:25).
Padahal dengan bergaul bersama beberapa tahun berjalan sebagai murid Yesus, Tomas cukup mengenal sesama murid, seharusnya ia mempercayai mereka, apalagi informasi yang disampaikan berkaitan dengan Yesus, Guru Agung mereka yang kini telah kembali dalam wujudNya sebagai Tuhan. Tapi buat Tomas terlalu mustahil apa yang disampaikan oleh kawan-kawannya itu.
Tomas akan menjadi orang peragu selamanya, jika saja tidak terjadi peristiwa yang menjadi kisah lanjutan di mana Alkitab mencatat, “Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan Tomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: ‘Damai sejahtera bagi kamu!’ Kemudian Ia berkata kepada Tomas: ‘Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tanganKu, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambungKu dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah. ‘Tomas menjawab Dia: ‘Ya Tuhanku dan Allahku!’ Kata Yesus kepadanya: ‘Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yohanes 20:26-29).
Mau tidak mau Tomas akhirnya percaya, namun itu bukan iman, karena memerlukan pembuktian baru percaya. Seperti dicatat oleh Yohanes ternyata Tuhan Yesus menghendaki agar para muridNya dan pengikutNya hidup berdasarkan iman jangan semata-mata menggunakan logika, seperti dunia pada umumnya. Ketika kita beriman apa yang kita imani terjadi.
Kita berhenti sejenak dari episode Tomas, Sang Peragu. Sekarang mata kita, kita alihkan ke bukit Golgota di mana momen-momen penyaliban Kristus sedang berlangsung. Ada dua orang penyamun atau istilah lain penjahat yang disalib bersama-sama dengan Yesus. Menurut lagenda dan juga dipercayai oleh umat Katolik. Penjahat yang menghujat Yesus bernama Gistas, seorang Yahudi, yang tidak mempercayai Yesus sebagai Juruselamat, apalagi sebagai Tuhan. Logika dia tidak bisa menerima seorang yang disalib dapat menjadi Juruselamat, sedangkan menyelamatkan dirinya saja tidak bisa.
Logika berbicara badani, jiwani dan duniawi. Namun berbeda dengan penjahat satunya, yang konon bernama Dismas, seorang non-Yahudi, tidak disebutkan dengan pasti, ia memakai imannya, hatinya yang mengatakan bahwa orang yang disalib di tengah adalah Sang Juruselamat, Tuhan yang akan kembali ke dunia sebagai seorang Raja, dan ia berkata, “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja” (Lukas 20:42). Meresponi permintaan itu “Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Lukas 20:43).
Logika tidak menyelamatkan, iman yang menyelamatkan karena iman mempercayai Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, bahkan pada menit-menit terakhir. Dismas diangkat sebagai Santo di kalangan umat Katolik. Bagaimana kita membangkitkan dan memiliki iman sebagai orang percaya yang dibenarkan oleh Tuhan? Rasul Paulus berkata, “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis, ‘Orang benar akan hidup oleh iman” (Roma 1:16-17).