Pada Jumat malam 26 April 2019 lalu, FORKOM NARWASTU (Forum Komunikasi Tokoh-tokoh Kristiani Pilihan Majalah NARWASTU) menggelar ibadah syukur atas hari ulang tahun (HUT)-nya ke-3 dan dirangkai dengan diskusi bersama tokoh-tokoh nasionalis di Graha Bethel, Jakarta Pusat. Sambutan di awal acara disampaikan Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi NARWASTU, Jonro I. Munthe, S.Sos dan Sekretaris FORKOM NARWASTU, Sterra Pietersz, S.H., M.H. Dan tampil sebagai pembawa acara atau MC, Drs. Rio Ririhena. Usai acara ibadah yang dipimpin salah satu Penasihat NARWASTU, Pdt. DR. Anna Nenoharan, lalu dilanjutkan diskusi dengan topik “Situasi Kebangsaan Pasca Pilpres/Pemilu 2019.” Salah satu pembicara di diskusi ini Grace Natalie (Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia/PSI).
Dalam sambutan awal, Sterra Pietersz mewakili pengurus FORKOM NARWASTU mengatakan, acara ini diadakan untuk mensyukuri ulang tahun FORKOM NARWASTU yang sudah tiga tahun. Berbarengan dengan itu pula diadakan diskusi yang amat penting, yakni seputar Pemilu/Pilpres 2019 yang sudah selesai. “Karena sekarang juga suasana Paskah, jadi kita berharap agar umat Kristen dan bangsa ini juga bangkit semangatnya dalam melihat keadaan bangsa ini. Bangsa ini harus dibangun agar lebih baik. Siapapun pemimpin yang terpilih di Pilpres 2019 mesti kita dukung dan doakan agar bangsa ini semakin baik kw depan,” ujar mantan Sekjen DPP PIKI (Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia) ini.
Sementara dalam khotbahnya, Pdt. Anna Nenoharan menyampaikan bahwa damai itu sangat indah. Sehingga bangsa ini dan umat Kristen harus terus berupaya hidup damai dengan sesama sekalipun berbeda pilihan di Pilpres 2019 agar bangsa ini damai sejahtera. Tuhan, imbuhnya, pasti akan memberkati bangsa yang hidup damai. “FORKOM NARWASTU dan Majalah NARWASTU yang kita banggakan pun mesti terus mengupayakan kedamaian dan menyuarakan suara kenabian bagi bangsa ini,” cetus Ketua Sinode Gereja Keesaan Injili Indonesia (GEKINDO) ini.
Para pembicara dalam diskusi ini, Grace Natalie (Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia/PSI), Prof. Marten Napang, S.H., M.H. (Ketua FORKOM NARWASTU), Yohanes Handoyo Budhisedjati, S.H. (Ketua Umum DPN Vox Point Indonesia), Viktus Murin, S.Pd, (Mantan Sekjen Presidium GMNI, bekas aktivis 1998 dan Wakil Sekjen Partai Golkar) dan moderator Ir. Albert Siagian, M.M. (Wakil Ketua Umum DPP GAMKI) banyak menyampaikan pokok-pokok pikiran menarik di dalam diskusi terbatas ini.
Yohanes Handoyo Budhisedjati menuturkan, pasca Pilpres 2019 ini Indonesia membutuhkan tokoh pemersatu, yamg tidak berpihak pada kubu 01 dan kubu 02 agar suasana bangsa ini nyaman dan damai. “Tulisan-tulisan saya di Majalah NARWASTU yang selalu diminta Pak Jonro Munthe pun banyak membahas tentang Pilpres 2019. Dan Vox Point Indonesia akan terus berupaya berada di tengah sebagai pemersatu dalam memyikapi kedua kubu di Pilpres 2019. Kita berharap bangsa ini akan tenang setelah pengumuman KPU pada 22 Mei 2019. Kita mesti melihat pertarungan di Pilpres 2019 ini dengan jernih. Kita harapkan juga agar masyarakat bisa membuat suasana tenang melalui media sosial (Medsos),” ujar pemuka Katolik ini.
Viktus Murin berpendapat, di Pilpres 2019 ini tokoh yang tampil sesungguhnya bukan figur yang sempurna, mereka punya kekurangan. Namun siapapun yang menang di pilpres kita harapkan bisa membuat keadaan bangsa ini semakin baik, dan bukan membuat bangsa ini semakin rusak. “Kita tak ingin melihat bangsa ini dirusak oleh politisi-politisi yang tak bertanggung jawab. Karena di politik memang banyak orang yang sering melakukan tipu menipu. Namun kita mengharapkan politisi Kristiani berjalan dengan nilai-nilai moral, serta harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Kita juga mengapresiasi diskusi NARWASTU ini, yang diadakan untuk memberi ruang bagi kita untuk memberi pemikiran yang positif dan inklusif bagi bangsa ini supaya lebih baik,” ujar mantan Calon Wakil Bupati Lembata, NTT ini.
Prof. Marten Napang menerangkan, di Pemilu 2019 ini kita bangga dengan kehadiran PSI yang dipimpin Grace Natalie, yang tampil berani dan bisa memberikan pemikiran-pemikiran untuk kebaikan bangsa ini. Di sisi lain, Prof. Marten meminta masyarakat agar bijak memanfaatkan media sosial, karena sering mebimbulkan kecemasan di tengah masyarakat, apalagi dalam menyikapi calon-calon pemimpin yang tampil di Pilpres 2019. “Kita semua anak bangsa harus terus ikut membangun demokrasi di bangsa ini dengan mentaati aturan yang sudah dibuat. Kita juga sebagai umat beragama harus ikut berdoa supaya bangsa ini lebih aman, sejahtera dan makmur. Di Pilpres 2019 ini ada yang unik, karena ada pasangan capres-cawapres yang sudah mendeklarasikan diri sebagai pemenang, padahal belum ada pengumuman dari KPU. Ada lagi pemimpin negara lain yang sudah mengucapkan selamat kepada capres lainnya. Dan kita berharap keadaan bangsa kita makin baik setelah selesai semua tahapan pemilihan serentak ini,” tukas Prof. Marten Napang, yang juga Ketua Forum Senior GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) Makassar.
Grace Natalie dalam diskusi ini memaparkan, Joko Widodo didukung PSI sebagai capres karena Jokowi ingin memerangi korupsi dan intoleran di Indonesia. “Dan kami di PSI tentu akan mendukung pemimpin yang berani memerangi korupsi dan intoleran. Dan banyak kajian kami tentang intoleran dan politik identitas di Indonesia,” ujar mantan penyiar TV itu. Grace menambahkan, di Indonesia sekarang pun ada banyak muncul Perda (Peraturan daerah) di sejumlah daerah, dan ini sangat diskriminatif. PSI, kata Grace, juga prihatin melihat selama ini ada pembakaran atau gangguan terhadap sejumlah tempat ibadah umat Kristen. “Di parpol-parpol besar nasionalis itu sebenarnya ada orang Kristen, dan mestinya mereka bicara dan berjuang untuk itu. Dan PSI tak ingin ada di negeri ini diskriminasi pada anak bangsa. Dan ketika di sebuah negara ada diskriminasi atau intoleran, maka negara itu akan pecah,” tegas mantan direktur eksekutif di sebuah lembaga survei terkenal itu.
Ditambahkan Grace, Indonesia yang majemuk ini sesungguhnya bisa disebut sebuah “rumah bersama” karena di dalamnya ada hidup beragam suku dan agama. Sehingga kalau ada kekuatan intoleran hadir, itu mesti dilawan. “Berdasarkan UUD 1945 itu di Indonesia tak ada istilah mayoritas dan minoritas. Dan PSI di mana-mana terus menyampaikan soal itu,” pungkasnya. Lima tahun ke depan, imbuhnya, akan muncul calon-calon pemimpin bangsa yang muda-muda, dan PSI akan mendukung figur yang berani memerangi intoleran. Di sisi lain, Grace menyampaikan keprihatinannya pada kelompok politik tertentu yang tak percaya pada lembaga survei yang kredibel yang sudah melakukan quick qount pasca Pilpres 2019. Menurutnya, masyarakat harus dicerdaskan agar memahami politik, dan diberikan pesan-pesan yang edukatif seputar Pemilu 2019. Bukan malah menuding lembaga survei yang kredibel tak bekerja dengan baik.
Acara ini digagas Ketua dan Sekretaris FORKOM NARWASTU, Prof. Marten Napang, S.H., M.H. dan Sterra Pietersz, S.H., M.H. Hadir dalam acara ini 60-an tokoh nasionalis, jenderal purnawirawan, advokat, politisi, cendekiawan, caleg, pemimpin gereja, wartawan dan tokoh lintas agama. Dalam acara ini, selain ada ibadah dan diskusi, ada pula pemotongan nasi tumpeng ulang tahun dan makan malam. Acara diakhiri dengan memberi cendera mata kepada pembicara dan moderator, lalu ditutup dengan doa oleh Pdt. Ir. Suyapto Tandyawasesa, M.Th (Tokoh Sinode GBI). SM