Kata mereka seorang kepada yang lain: “Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?” (Lukas 24:32).
Mungkin Anda masih ingat dulu ketika masih sekolah di SMP atau SMA, dalam acara Pramuka, ketika ikut serta dalam sebuah kemping, menyalakan api unggun di malam hari, satu per satu kayu bakar dilempar ke api yang menyala berkobar-kobar, sambil bernyanyi dan bersukaria, badan terasa hangat dan panas di udara yang dingin. Semakin malam semakin habis kayu yang dibakar dan api pun perlahan mulai mengecil, tersisa abu yang semakin redup dan akhirnya apipun sirna, udara kembali dingin kitapun masuk ke kemah masing-masing, usai sudah acara api unggun.
Itulah gambaran rohani kebanyakan dari kita. Pada waktu kita pertama mengenal dan menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, rasanya hati kita berkobar-kobar, tidak henti-hentinya setiap hari kita bersyukur karena dipenuhi sukacita sorgawi. Kita berbicara kepada orang-orang dekat dan teman-teman kita betapa bahagianya kita menjadi orang Kristen. Apapun yang kita kerjakan, sepertinya dengan mudah dikerjakan, berkat mengalir dalam berbagai bentuk. Ke gereja seminggu sekali di hari Minggu rasanya masih kurang, dan kitapun bergabung dengan acara-acara gereja tengah minggu.
Dan waktupun berlalu di tengah kesibukan, up-and-down kehidupan dalam berbisnis dan melakukan pekerjaan, belum lagi berbagai masalah rumit yang dihadapi, maka api rohani yang berkobar-kobar itupun secara perlahan meredup, dan tidak sedikit apinya menjadi padam. Malas ke gereja, tidak mau lagi aktif dalam berbagai kegiatan pelayanan, lesu dan di antara sekian ada yang tidak tahan akhirnya meninggalkan Tuhan menempuh jalan duniawi, terlebih jika menikah dengan yang bukan seiman.
Jika Anda sedang mengalami keadaan seperti itu, yang jelas Anda tidak sendiri. Jangan menyerah! Sesungguhnya Tuhan Yesus sedang mengamati, dan siap untuk mengulurkan pertolongan jika hati Anda masih terbuka bagiNya. Cuplikan ayat di atas adalah dari sebuah episode pendek yang mengisahkan dua orang murid Tuhan Yesus, bukan yang terhisap ke dalam dua belas Rasul, sekadar murid lain yang biasa. Setelah kematian Tuhan Yesus di kayu salib, maka kelesuan dan ketidakpercayaan serta kekhawatiran melanda seluruh murid dan pengikut Tuhan Yesus. Harapan mereka sirna.
Pahlawan mereka yang mereka harapkan sebagai Mesias, Sang Juruselamat pupus. Karena ternyata Yesus, kok, mati juga di salib dan menjadi salah satu orang terhina di tengah para penyamun yang memang layak mendapat hukuman disalib, hukuman yang paling aib dan menyakitkan pada waktu itu. Semua harapan sirna, membuat api rohani mereka yang begitu berkobar-kobar menyaksikan bagaimana Tuhan Yesus menyembuhkan orang sakit, membuat mukjizat dengan mengubah air menjadi anggur dan memberi makan empat ribu laki-laki belum termasuk perempuan dan anak-anak, bahkan masih tersisa tujuh bakul penuh dari tujuh roti dan beberapa ekor ikan.
Setiap orang sakit disembuhkan tidak terkecuali. Topan dan badai di tengah danau juga tunduk, belum lagi berapa banyak yang kerasukan setan dan roh jahat, sembuh total. Bahkan orang matipun dibangkitkan. Siapa lagi yang dapat melakukan itu semua, kalau bukan Tuhan Yesus. Namun mengapa, kok, ujung-ujungnya Yesuspun mati di kayu salib. Perasaan sedih, kehilangan kepercayaan, putus asa berkecamuk. Kleopas, salah satu dari dua orang murid yang berjalan bersama ke kampung Emaus. Tidak jelas disebutkan siapa nama murid yang satunya itu, ada yang bilang kemungkinan anaknya. Yang jelas salah satunya bernama Kleopas menurut tradisi ia suami dari saudara Maria, ibu Yesus, berarti masih paman dari Tuhan Yesus.
Kampung Emaus adalah sebelah barat laut dari kota Yerusalem, jaraknya sekitar tujuh mil atau sepuluh kilometer lebih, ke sana mereka menuju setelah lewat dari tiga hari kematian Tuhan Yesus rupanya membutuhkan beberapa jam dari tempat mereka beranjak ke kampung Emaus. Ketika mereka sedang asyik mengobrolkan tentang kematian Tuhan Yesus, tiba-tiba di perjalanan mereka jumpa dengan seseorang yang ikut nimbrung bicara. Baru pertama kali mereka ketemu dengan orang itu, dan mereka tidak mengenalnya. Padahal itu Tuhan Yesus yang telah bangkit dari kematian.
Begitu biasanya yang terjadi kepada kita, ketika kita dalam sebuah pemikiran yang mendalam, konsentrasi pada pemikiran itu, apalagi jika itu masalah yang rumit dan merupakan sebuah situasi “dead” or “alive” kita sudah tidak memperhatikan lagi sekeliling kita, kita tidak mau ambil peduli, apa kata orang. Kita membaca kisahnya, dalam perjalanan orang baru itu mempertanyakan mengapa mereka terlibat percakapan begitu serius dan dengan muka yang muram penuh kesedihan, dan sedikit bengong rupanya. Mereka katakan dan merasa heran, kok, semua kota tahu, tapi orang baru ini tidak tahu situasi yang terjadi tentang peristiwa besar kematian seorang guru, seorang nabi bagi mereka yang bernama Yesus.
Dan orang itu, yang sesungguhnya Tuhan Yesus sendiri, menegur mereka akan kedegilan hati mereka, kemudian membuka rahasia dan kontekstual dari kitab-kitab para nabi tentang apa yang harus di alami oleh Yesus dalam karya penebusan dan penderitaan, sebelum diangkat ke dalam statusnya yang tertinggi sebagai Tuhan dari semesta alam baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan (Filipi 2:5-11). Tetap mereka belum juga ngeh (sadar) bahwa itu adalah Tuhan Yesus, dan barulah ketika mereka mengundang Tuhan Yesus, rupanya setibanya di Emaus kampung halaman mereka, mendesak untuk Tuhan Yesus mampir dan menginap di rumah mereka.
Pada waktu Tuhan Yesus Yesus mengucapkan berkat atas roti yang dihidangkan barulah mata mereka terbuka jasmani maupun rohani, bahwa orang yang telah berjalan bersama dengan mereka selama beberapa jam, yang menerangkan Firman Allah kepada mereka, tidak lain dan tidak bukan adalah Tuhan Yesus sendiri yang telah bangkit dari kematian sesuai dengan janjiNya. Maka keadaan mereka yang putus asa dan kehilangan harapan, kembali bergairah, semangat mereka kembali berkobar-kobat penuh sukacita. Yesus telah bangkit!
Ketika flash back mereka mengatakan, “Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?”Api unggun yang telah berubah menjadi abu yang dingin kembali berkobar-kobar menyala-nyala dan membakar setiap orang yang mereka jumpai kemudian dengan mengatakan: Tuhan telah bangkit, kami saksinya! Percayalah kepadaNya, agar engkaupun diselamatkan, jadikan IA, TUHAN dan Juruselamatmu dan hidupmu akan diubahkan.
Kisah Para Rasul merupakan sebagian dari kisah bagaimana para murid, termasuk dua belas Rasul dengan berkobar-kobar mengabarkan Injil Yesus Kristus, Injil Keselamatan kepada banyak orang dan secara estafet sudah duaribu seratus tahun berjalan dengan sekian miliar orang yang percaya. Namun itupun belum selesai karena belum seluruh dunia mendengar tentang DIA, dan itu menjadi tugas setiap murid Tuhan Yesus, termasuk kita sebelum DIA datang kembali untuk kedua kalinya.
Ketika Anda mengalami kelesuan, kehilangan harapan, putus-asa, api rohani yang berkobar telah padam menjadi abu dingin, maka percayalah bahwa sesungguhnya Tuhan Yesus tidak menginggalkan Anda, IA berada di samping Anda setiap saat, undanglah DIA kembali ke dalam hati Anda untuk bermalam dan berdiam di situ, dan bacalah Firman Tuhan dengan penuh perhatian, maka api yang padam akan kembali berkobar-kobar dan Anda akan mengalami kembali Api Kebangunan Rohani dalam hidup Anda dan Anda dapat membawanya kepada orang lain yang menjadi estafet Anda berikutnya.